Melek Literasi, Masa Depan Cerah: Mengapa Kita Harus Bertindak Sekarang?
Di era digital, anak-anak dunia berlomba menjadi pembelajar abad ke-21, sementara generasi emas Indonesia masih tertatih memahami bacaan. Akankah kita biarkan mereka tertinggal? Literasi adalah kunci perubahan—saatnya bergerak!

Bisa Membaca Ternyata Tidak Cukup
Para siswa tampak lesu di setiap kegiatan membaca buku menjadi pemandangan rutin Ibu Nani, seorang guru kelas 5 SD di Bandung. “Bu, boleh nonton YouTube saja?” tanya beberapa anak penuh harap. Saat Ibu Nani menguji para anak didiknya, mayoritas kesulitan memahami makna bacaan dan tak mampu menceritakannya kembali.
Di sebuah TK di Jakarta, suasana terlihat berbeda. Anak-anak berlari antusias menuju sesi Gemar Membaca Cerita Bersama (Gembira). Mereka menanti guru membacakan atau mendongengkan buku bergambar dengan penuh semangat. Program ini lahir dari inisiatif Ibu Esthy, kepala sekolah yang percaya bahwa minat baca harus ditanamkan sejak dini. Hasilnya? Anak-anak tidak hanya menikmati cerita, tetapi juga membangun rasa ingin tahu dan cinta terhadap buku.
—
Kisah Ibu Nani dan Ibu Esthy menyadarkan kita bahwa bisa membaca tidak cukup membawa Indonesia menjadi bangsa literat.
Studi dari INOVASI, sebuah program kemitraan antara pemerintah Australia dan Indonesia, menunjukkan bahwa hampir 50% siswa kelas 3 SD di Indonesia bisa membaca tanpa memahami baik maknanya. Hasil tes PISA 2022 juga menempatkan Indonesia di peringkat 69 dari 80 negara dalam literasi membaca, dengan lebih dari 75% siswa belum mencapai kompetensi literasi minimum.
Indeks Alibaca 2021 mencatat dua hal berseberangan. Indonesia memiliki kecakapan dasar literasi yang tinggi, yaitu melek huruf dan mengenyam pendidikan dasar memadai. Akan tetapi, 31 dari 34 provinsi memiliki budaya literasi yang rendah hingga sangat rendah.
Membangun fondasi budaya literasi yang kuat dan berkelanjutan adalah langkah pertama mengatasi krisis literasi. Kita perlu pemantik membaca untuk kesenangan—sebuah kebiasaan yang dapat mengubah masa depan anak-anak Indonesia.
Krisis Literasi: Bukan Sebatas Masalah Pendidikan
Di era digital ini, anak-anak sedunia berlomba menguasai keterampilan abad ke-21. Namun, di garis start, anak-anak Indonesia tertatih-tatih mengejar ketertinggalan literasinya. Apakah kita akan membiarkan mereka tertinggal lebih jauh?
Krisis literasi bukan sekadar permasalahan pendidikan. Tanpa keterampilan literasi yang kuat, generasi muda Indonesia akan kesulitan menghadapi tantangan modern dalam kehidupan sosial dan bernegara. Bayangkan generasi emas Indonesia 2045 yang mudah termakan informasi menyesatkan, susah beradaptasi dengan dinamika dunia kerja global, bahkan tak mampu berkontribusi maksimal sebagai masyarakat.
Studi di 27 negara membuktikan bahwa semakin baik akses anak-anak terhadap buku bacaan, semakin tinggi prestasi akademik mereka. Sayangnya, Indonesia masih bergulat dengan keterbatasan akses buku, minimnya budaya literasi, dan tantangan besar dalam meningkatkan kompetensi guru.
Mampukah kita membalikkan keadaan?
Melangkah, Berubah, dan Berdampak: Wujudkan Potensi Anak melalui Literasi
Ekosistem pendidikan perlu bergerak kompak. Dari guru yang menghadirkan pembelajaran literasi yang inovatif dan menyenangkan, sekolah yang membuka akses buku lebih luas, hingga komunitas yang gigih membangun kebiasaan membaca. Setiap langkah tersebut adalah upaya perubahan yang dijalankan konsisten bersama-sama.
Dampak upaya memperkuat budaya literasi tak hanya tampak pada kebiasaan membaca anak-anak hari ini. Namun, ada perkembangan kontinu dalam cara mereka berpikir, memahami, dan berpartisipasi aktif dalam kehidupan di masa depan.
Sebagai perpustakaan anak digital pertama di Indonesia, PiBo percaya bahwa setiap anak memiliki potensi luar biasa. Mereka selalu perlu dukungan untuk berkembang secara optimal.
Literasi bukan sebatas keterampilan membaca, tetapi pintu gerbang menuju kesempatan yang lebih baik dan lebih luas. Melalui platform solusi pembelajarannya, PiBo berkomitmen untuk berkontribusi dalam membangun budaya literasi yang lebih kuat di Indonesia.
Beberapa inisiatif PiBo yang telah memberikan dampak nyata, di antaranya:
✅ Kompetisi Guru Literasi Inovatif (KGLI) 2024
- Pelatihan 476 guru dari 237 sekolah di 29 provinsi dalam perancangan Modul Ajar dan penerapan metode Pembelajaran Berbasis Buku Cerita.
- Pembuatan dan penerapan 198 modul ajar literasi di 118 sekolah PAUD, TK, dan SD.
- Dampak pasca program menunjukkan peningkatan kepercayaan diri guru dan peningkatan keterlibatan siswa dalam pembelajaran literasi.
✅ Program literasi sekolah yang didukung oleh PiBo sejak 2020:
- Peningkatan kebiasaan membaca siswa, hingga 150% durasi baca harian sebelumnya di sekolah-sekolah yang mengimplementasikan PiBo.
- Lebih dari 2.500 anak merasakan manfaat buku dan lembar aktivitas bertema inklusivitas dan keberagaman dalam tiga bulan pertama peluncurannya (diterbitkan PiBo bersama Indika Foundation).
Ayo Bergerak: #BersamaBawaPerubahan!
Penanganan krisis literasi membutuhkan aksi nyata dari berbagai pihak. Sejak 2018, PiBo telah bermitra dengan lebih dari 50 perusahaan, institusi, dan komunitas, termasuk Permata Bank, Valbury Asia Futures, Nutrifood (HiLo School), YPMIPA, dan Kementerian Komunikasi dan Digital, untuk menghadirkan berbagai program literasi di Indonesia. Selain literasi baca tulis, kami juga mengembangkan literasi dasar lainnya, seperti literasi keuangan, numerasi, digital, dan sains.
Di tahun 2025, PiBo siap bekerja sama dalam program literasi dengan seluruh ekosistem pendidikan Indonesia. Kesempatan ini terbuka mulai dari guru, sekolah, komunitas, hingga perusahaan dan institusi dengan program Corporate Social Responsibility (CSR). Inisiatif ini adalah upaya berkelanjutan meningkatkan keterampilan literasi anak Indonesia. Ingin turut #BersamaBawaPerubahan untuk masa depan anak-anak Indonesia lebih cerah? Hubungi kami di Laman Kolaborasi untuk informasi lebih lanjut.